MENGAJI TATA BAHASA MENGGUNAKAN METODE ANALITIK




Pada awalnya tatabahasa sendiri muncul karena adanya suatu gejala yang menyebabkan tatabahasa itu muncul. Dan perkembangan tatabahasa sendiri juga banyak mengalami revisi (dari segi definisinya) oleh beberapa tokoh. Itu semua dilakukan untuk mendapatkan suatu definisi yang mendekati “kesempurnaan”. Pada akhirnya, tidak lagi terjadi revisi dalam pengertian tatabahasa yang sudah ada.
Dari situ saya sedikit berkonsep mengenai tatabahasa. Menurut saya, tatabahasa sebenarnya (dalam tatabahasa tradisional) tidak menempatkan fonologi sebagai satu unsur dalam tatabahasa. Biasanya dikatakan bahwa tatabahasa hanya melingkupi bidang-bidang Morfologi dan Sintaksis. Fonologi dianggap sebagai suatu pengetahuan praktis untuk kesempurnaan penyebutan/pengucapan suatu bahasa. Pendapat ini sudah tidak bisa diterima lagi, karena Fonologi suatu bahasa bukan bersifat praktis seperti yang dikatakan, tetapi benar-benar merupakan suatu struktur yang hakiki dari bahasa itu. Setiap bahasa mempunyai kaidah-kaidah tertentu tentang seluk-peluk bunyi-bunyi ujaran seperti dalam bahasa Cekoslowakia tidak ada dalam struktur bahasa Indonesia, karena tiap-tiap bahasa mempunyai kaidah-kaidah yang tersendiri. Tata susun bunyi ujaran suatu bahasa juga merupakan satu struktur dari bahasa yang bersangkutan.
Tatabahasa merupakan suatu himpunan dari patokan-patokan umum berdasarkan struktur bahasa. Struktur bahasa itu meliputi bidang-bidang: tata bunyi, tata bentuk, dan tata kalimat. Atau dengan kata lain tatabahasa meliputi:
1.    Fonologi
2.    Morfologi
3.    Sintaksis
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam tatabahasa tradisional tidak mengenal Fonologi dalam unsur tatabahasa itu sendiri. Tetapi hal ini berbanding terbalik dengan fakta-fakta yang ada dalam masyarakat. Sebagai contoh: dalam bahasa tradisional (menurut saya) juga mengenal unsur Fonologi, seperti pemilihan kata (diksi) yang digunakan antara berbicara dengan orang yang lebih muda, dengan teman sebaya, hingga dengan orang yang lebih tua. Contoh: kata ‘makan’ dapat berubah bunyi/Fonologisnya, tetapi maknanya tetap sama, ketika kata makan diucapkan dengan orang yang lebih muda atau teman sebaya, kata ‘makan’ tetap menjadi kata ‘makan’,
- Apakah Adik sudah makan? 
- Kamu makan dimana Man?

             Sementara itu, kalau kita berbicara dengan orang yang lebih tua, kata ‘makan’ akan dapat berubah menjadi kata ‘dhahar’.
 - Bapak dhahar dimana?
- Paman Abu sedang dhahar bersama bibi Inem.

Dari contoh diatas tampak jelas bahwa kata ‘makan’ dapat berubah bunyi atau Fonologisnya bergantung kapada siapa kita akan menggunakan kata ‘makan’ itu sendiri. Sehingga kalau konsep ini dimasukkan pada konsep yang tadi berbunyi: tatabahasa tradisional tidak menempatkan Fonologi sebagai satu unsur dari tatabahasa itu sendiri tampaknya kurang tepat, ini didukung fakta-fakta yang telah disebutkan tadi. Oleh karena itu dalam hal ini tatabahasa tradisional (dalam definisi tadi) perlu diadakan kajian ulang mengenai definisi itu tadi.

Namun, kalau ditelaah lebih dalam lagi, perbedaan Fonologis yang ada tadi bukan merupakan kesalahan yang fatal dalam definisi itu sendiri, mengingat dalam kenyataannya definisi itu juga berubah-ubah dan sangat dinamis. Sehingga dikemudian hari muncul definisi yang dapat mengatasi permasalahan tersebut, tanpa menyalahkan definisi yang sudah ada. Artinya definisi yang tadi tidak harus disalahkan melihat fakta-fakta yang ada dimasyarakat.
Dari pernyataan yang telah dipaparkan diatas, muncul sebuah persoalan. Seperti yang kita ketahui bahwa definisi yang ada memang dapat dibenarkan atau (bahkan) bisa juga disalahkan. Dikatakan benar karena memang dalam tatabahasa tradisional tidak memasukkan Fonologi dalam sesuatu yang berhubungan dengan ketatabahasaan tradisional itu sendiri. Tetapi ini juga dapat dikatakan salah karena dalam fakta yang telah disebutkan diatas tadi juga sudah tampak jelas bahwa yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, dalam hal ini saya dihadapkan pada sebuah ‘dilema’, dan itu cukup sulit untuk dijadikan sebuah pilihan.
Pada akhirnya, setelah “melewati” tahap pertentangan dan terwujudnya sebuah “dilema” yang cukup sulit untuk dijadiakn sebuah pilihan, kita dapat menarik simpulan (dari kesemuanya) yang sekiranya dapat dikatakan sebagai berikut:  tata bahasa adalah suatu studi mengenai struktur kalimat, terutama sekali dengan acuan kepada morfologi, sintaksis, fonologi dan semantik, kerap kali disajikan sebagai suatu buku teks atau buku pegangan. Suatu pemerian atau deskripsi tersebut juga mengenai struktur suatu bahasa dan cara menggabungkan unit-unit linguistik seperti kata dan frasa untuk menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa tersebut. Serta turut mempertimbangkan makna dan fungsi yang dikandung dalam kalimat dalam keseluruhan sistem dalam bahasa tersebut.
Dari simpulan akhir tersebut, diharapkan (sudah) tidak menjadi bahan perdebatan antara satu dengan yang lainnya, sehingga dapat mempermudah proses pemahaman bagi generasi berikutnya. Terlebih juga harus dapat dipertanggungjawabkan oleh pembuat definisi tersebut agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Media Pembelajaran

Penutupan Pondok Ramadhan di MTs. Darussalam Kanten

Haflah Akhirussanah Kelas IX MTs Darussalam Tapel 2015/2016